China Larang Kuliah Online, Mahasiswa Diminta Kembali ke Negara Tempat Mereka Belajar

China Larang Kuliah Online, Mahasiswa Diminta Kembali ke Negara Tempat Mereka Belajar

Mahasiswa Universitas New South Wales, Karen Zhang, yang telah belajar daring dari Tiongkok, kini mencoba masuk ke Australia setelah Pemerintah Tiongkok melarang warganya mengikuti kuliah daring dengan universitas asing. (Berita ABC)

Karen Zhang terkejut ketika Pemerintah China mengeluarkan dekrit yang memerintahkan semua siswa yang belajar daring dengan universitas asing untuk kembali ke kelas tatap muka.

Mahasiswa keuangan, yang telah belajar online dengan University of New South Wales dari rumahnya di Provinsi Guangdong, kini mencoba datang ke Australia sebelum kuliahnya dimulai pada 20 Februari.

Dia mengatakan masalah terbesar yang dia alami saat ini adalah menemukan akomodasi.

“Rencana hidup saya langsung terganggu. Saya sudah punya rencana untuk magang di China karena saya mendapat tawaran,” katanya kepada ABC News.

“Saya harus membatalkan semuanya dan berusaha segera datang ke Australia,” tambahnya.

Sabtu lalu, Pemerintah China membuat keputusan mengejutkan, melarang kuliah online untuk semua mahasiswa yang belajar di luar negeri, hanya beberapa minggu sebelum semester baru dimulai.

Akibatnya, lebih dari 40.000 mahasiswa Tionghoa harus segera kembali ke Australia untuk kuliah tatap muka, karena jika tidak, gelar dan pendidikan mereka tidak dapat diakui di Tiongkok.

Deputy Managing Director Group of Eight University di Australia, Matthew Brown menilai kebijakan ini membuat universitas segera mencari informasi lebih detail.

Menurut Dr Brown, langkah tak terduga ini berdampak besar pada sekitar 100.000 mahasiswa China yang saat ini belajar di delapan universitas terbaik Australia.

“Kami sebenarnya sudah berencana untuk memanggil mahasiswa kembali ke kampus tahun ini. Namun pengumuman mendadak ini terjadi tanpa ada pemberitahuan,” ujarnya.

Menurutnya, keputusan ini bisa berdampak pada perolehan visa, tiket pesawat, dan tempat tinggal yang kondisinya semakin ketat saat ini.

“Saya pikir ini akan menjadi sangat sulit bagi para siswa,” kata Dr Brown.

Dewan Properti Australia mengatakan kembalinya kuliah tatap muka secara tiba-tiba akan menambah tekanan pada sektor akomodasi, terutama di beberapa kota besar.

Namun, Departemen Pendidikan Australia menyambut baik kebijakan Pemerintah China tersebut.

Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri Australia telah menghubungi universitas-universitas Australia untuk membahas dampak logistik jangka pendek dari keputusan tersebut.

Sekitar 260.000 mahasiswa Tiongkok terdaftar di universitas Australia pada tahun 2019 sebelum pandemi, menyumbang sekitar $13 miliar bagi perekonomian.

Bandara Internasional Melbourne yang dihubungi oleh ABC mengatakan mereka menerima banyak pertanyaan tentang penerbangan dari China dari siswa yang mencoba datang ke Australia.

Lusinan penerbangan dari China ke Melbourne saat ini dijadwalkan setiap minggu, tetapi jumlahnya diperkirakan akan meningkat setelah Air China dan Sichuan Airlines kembali beroperasi.

Sebelum pandemi, sekitar 150 penerbangan tiba di Australia dari China setiap minggu.

Seorang agen imigrasi di Melbourne, Kirk Yan, mengatakan permohonan visa pelajar meningkat dalam dua hari sejak pengumuman Pemerintah China.

Menurut Direktur Asosiasi Pendidikan Internasional Australia, Phil Honeywood, pemerintah China kurang nyaman dengan pembelajaran daring dibandingkan dengan kuliah tatap muka di kelas.

Dia mengatakan Pemerintah Australia harus mengerahkan sumber daya untuk memproses permintaan visa pelajar China sehingga semua masalah ini dapat diselesaikan.

“Universitas kami siap menghadapinya,” katanya.

Wen-Ti Sung, ilmuwan politik dari Australian National University menjelaskan, latar belakang pelarangan kuliah daring karena tingkat pengangguran dan ‘lockdown’ yang ketat di China.

Menurutnya, China mengalami pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, sehingga dia berharap pengiriman mereka ke luar negeri untuk belajar dapat membantu mengatasinya.

“Salah satu akibatnya kuncitara adalah sulitnya menciptakan pertumbuhan pekerjaan, yang mengakibatkan China memiliki tingkat pengangguran tertinggi di kalangan generasi muda dalam beberapa tahun terakhir,” kata Wen-Ti Sung.

Dia menambahkan, dorongan untuk mengirim siswa kembali belajar di negara lain akan membantu menyalurkan “energi politik” mereka, yang telah menjadi perhatian pemerintah sejak demonstrasi anti-lockdown November lalu.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News yang dapat dibaca selengkapnya di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>