Banten, AkselNews.com – Taufik Abdullah, adalah mahasiswa Institut Daarul Qur’an penerima program beasiswa. Taufik, sapaan akrabnya, juga seorang guru sekaligus Rumah Tahfizh di Karawacidi bawah Koordinator Wilayah RTC wilayah Banten.
Dalam perbincangan di Institut Daarul Qur’an, Selasa (17/1) siang lalu, ia tampak terburu-buru karena harus kembali ke Rumah Tahfizh untuk mengajar.
Dengan menggunakan kemeja hitam, celana abu-abu, topi newsbooy abu-abu membuat tampilan semakin elegan. Mahasiswa jurusan Al-Qur’an dan Hadits terlihat sangat rapi.
Jika dilihat secara kasat mata, siapa sangka pemuda keren ini adalah seorang hafidz Al-Qur’an 30 juz. Penampilannya yang menarik meski bergaya klasik membuat Taufik tidak terlihat seperti ustadz biasa. Memang selain mengajar, ia juga mahasiswa di Institut Daarul Qur’an.
Dalam kesempatan itu, Taufik menceritakan latar belakangnya. Ternyata, ia adalah seorang perantau asal Medan yang merantau ke ibu kota hanya untuk menuntut ilmu.
Semua berawal dari keputusannya untuk masuk ke Rumah Tahfizh di Medan. Rumah Tahfizh berada di bawah naungan PPPA Daarul Qur’an Medan. Taufik masuk ke Rumah Tahfizh karena ingin menghafal Al-Qur’an.
“Saat itu saya sedang mencari program tahfizh di internet dan kemudian saya mendapatkan informasi di Rumah Tahfizh Daarul Qur’an. Setelah itu langsung daftar dan Alhamdulillah lolos, masuk kesana,” kata Taufik, dalam rilis yang diterima AkselNews.com.
Dia begitu serius ketika memutuskan untuk masuk ke Rumah Tahfizh. Keputusan ini pun mendapat restu dari orang tuanya. Bahkan, ada satu pesan dari ayahnya yang masih diingatnya hingga saat ini.
“Belajarlah sampai tidak punya teman, pasti banyak didatangi teman,” kata Taufik mengingat pesan ayahnya.
Taufik benar-benar mengimplementasikan pesan tersebut. Dia belajar keras sehingga dia tidak punya banyak waktu dan teman untuk bermain. Namun, ia membuktikan sendiri bahwa ketika sudah hapal 30 juz, banyak teman yang datang kepadanya.
Ya, Taufik berhasil menyelesaikan Al-Qur’an di Rumah Tahfizh. Dia membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk menghafal 30 juz. Ia tidak menyangka akan banyak keajaiban yang terjadi dalam hidupnya setelah menghafal Al-Qur’an.
Salah satu yang paling berkesan adalah kesempatan belajar gratis di Institut Daarul Qur’an. Namun, jauh dari keluarga bukanlah hal yang mudah. Dia harus berjuang dari kerasnya kehidupan di kota sendirian.
Sebut saja untuk kebutuhan sehari-hari, Taufik rela menjadi penjual bakso bakar di awal-awal kuliah. Hal itu ia lakukan agar lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang tuanya. Ingat, sebelumnya dia menerima uang dari orang tuanya.
“Saya tidak ingin menjadi beban orang tua saya, jadi saya harus mencari uang sendiri di sini. Sebelumnya, dia menghadiri KH. Yusuf Mansur dan dia menyuruh jemaah untuk memanggil orang tuanya dan mengatakan tidak mengirim uang lagi, jadi Saya melakukan itu,” jelasnya.
Taufik justru menghubungi orang tuanya dan mengatakan tidak akan mengiriminya uang lagi. Sejak itu, dia tidak pernah meminta uang kepada orang tuanya.
“Jadi, berapa pun uang yang saya miliki, saya harus bisa menggunakannya untuk kebutuhan pribadi. Seringkali mereka seolah-olah membohongi orang tuanya dengan mengatakan jika mereka masih punya uang, uangnya sudah cukup,” imbuhnya.
Kebesaran Tuhan kembali terbukti. Tak lama kemudian, ia mendapat tawaran untuk mengajar di Rumah Tahfizh. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Ia menjalankan tugasnya sebagai guru dengan baik sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Hingga kini ia masih bertahan sebagai pengajar di Rumah Tahfizh.
Taufik selalu bisa membagi waktunya antara mengajar dan kuliah. Cita-citanya sendiri adalah menjadi pengusaha dan mendirikan pesantren penghafal Al-Qur’an. Dia ingin ilmunya bermanfaat untuk anak-anak yang sama seperti dia beberapa tahun yang lalu. (Zal)